Para anggota dewan di Komisi III DPR menginginkan adanya tindak lanjut dari polemik data transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan senilai Rp 349 triliun. Menurut mereka, dari penjelasan Sri Mulyani data transaksi itu sudah jelas mana yang ditangani dan mana yang belum.
Sementara itu, yang berasal dari pemaparan Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU) Mahfud Md dan PPATK, tidak menyertakan mana laporan transaksi mencurigakan yang sudah ditindaklanjuti dan mana yang belum.
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Taufik Basari bahkan menilai, masih ada perbedaan data dari transaksi mencurigakan yang dipaparkan Sri Mulyani dan Mahfud, sebab meski sumbernya sama dari laporan hasil analisis PPATK tapi pengkategorian dan penyajian datanya berbeda.
“Kita rapat bicara tindak lanjut, kalau penempatan kategori dan penyajian berbeda tentu tindak lanjut beda, nilainya juga berbeda,” kata dia saat rapat dengan Mahfud dan Sri Mulyani di Ruang Rapat Komisi III DPR, Jakarta, Selasa (11/4/2023)
Oleh sebab itu, selaku Ketua Komite TPPU, Mahfud harus tegas menyatakan mana penyajian data yang akan dipegang oleh pemerintah dan DPR untuk ditindaklanjuti ke ranah hukum dari temuan transaksi mencurigakan itu.
Selain itu, supaya tidak ada pertentangan antara Mahfud dan Sri Mulyani terkait berapa laporan yang telah dituntaskan atau belum dari temuan transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun, diperlukan penyajian data oleh Komite TPPU terhadap data-data yang sudah ditindaklanjuti Kemenkeu dan diteruskan ke aparat penegak hukum (APH).
“Saya minta ke Komite buat satu tabel lagi dalam bentuk tindak lanjut, kita pilah, pertama untuk tindak lanjut ke arah penegakan hukum mana yang sudah inkrah, mana yang masih berproses, mana yang masih dalam penyelidikan,” tuturnya.
Dari penyajian data tindak lanjut maka seharusnya temuan transaksi mencurigakan periode 2009 – 2023 itu akan terlihat pengurangan jumlahnya. Namun, jika itu sudah memperhitungkan yang telah ditindaklanjuti artinya masih akan terus menjadi persoalan besaran data Rp 349,87 triliun itu.
“Publik punya hak untuk tahu apakah Rp 349 triliun seluruhnya TPPU, akan kita kejar untuk recovery semua, atau kita bisa pilah lagi datanya untuk mendapat angka final untuk bisa kita tentukan tindak lanjutnya,” ucap dia.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PAN Sarifuddin Suding bahkan sempat mempertanyakan secara langsung kepada Sekretaris Komite TPPU yang juga merupakan Ketua PPATK Ivan Yustiavandana terkait data Rp 349 triliun itu, apakah benar-benar dana yang dicurigai sebagai tindak pidana pencucian uang atau hanya sebatas transaksi debit kredit pegawai Kemenkeu.
“Saya minta jawaban pasti Kepala PPATK Rp 349 triliun itu nilai transaksi atau wujud riil ada dananya, coba dijawab pak nilai transaksi akumulasi keluar masuknya atau apa?” tutur Suding.
Merespons hal itu, Ivan menegaskan bahwa itu benar Rp 349 triliun adalah hasil analisis terhadap mutasi rekening para pegawai yang dicurigai terlibat transaksi mencurigakan. Di dalamnya memang ada gaji, transaksi bisnis, dan segala macam, tapi menurutnya itu hasil forensik yang perlu ditindaklanjuti.
“Datanya riil, dananya riil, uang ada, transaksi iya, debit kredit benar bapak, di situ memang ada gaji transaksi bisnis segala macam itu data riil, hasil forensik kami,” ucap Ivan.
Merespons itu, Suding mengaku belum puas, karena dari pemaparan Sri Mulyani sudah dijabarkan secara detail dari laporan transaksi mencurigakan dalam bentuk 300 surat, sudah ada data yang ditindaklanjuti yang suratnya langsung ke Kemenkeu, yaitu sebanyak 200 surat dengan total tindak lanjut 186 surat, 9 surat diteruskan ke APH dan surat yang ke APH 100.
“Hampir semua ditindaklanjuti Kemenkeu, sehingga menurut saya yang Rp 349 triliun ke publik ini sekarang ada dana penyelewengan yang harus dikejar, ini yang harus diberi pemahaman supaya masyarakat tidak disesatkan dengan informasi-informasi tidak berdasar,” tutur Suding.