Lupakan Ekonomi Meroket 7%! Tumbuh 5% Saja Berat Minta Ampun
Ekonom senior Raden Pardede, memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan sulit melampaui level 5% hingga 2024. Penyebabnya, mesin-mesin pertumbuhan utama, seperti konsumsi, investasi, maupun ekspor dan impor masih lesu di tengah tekanan dan perlambatan ekonomi global.
Pertumbuhan ekonomi di https://buddykas.site/ atas 5% sangat dibutuhkan Indonesia untuk bisa keluar dari middle income trap atau jebakan negara berpendapatan menengah menjadi negara maju pada 2045. Bappenas menilai, pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata tiap tahun harus tumbuh di kisaran 6% untuk mencapai target Indonesia Maju 2045.
Namun, sayangnya selama delapan kuartal terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan di level 5%. Pada kuartal IV-2021 hanya 5%, begitu juga pada kuartal I-2022. Lalu, kuartal II-2022 menjadi 5,5%, kuartal III-2022 sebesar 5,7%, kuartal IV-2022 menjadi 5%. Lalu pada kuartal I-2023 juga 5%, kuartal II-2023 5,2%, dan kuartal III-2023 baru turun ke level 4,9%.
“Untuk lebih dari 5% itu tidak mudah tentunya, tapi saya pikir 5% itu masih bisa kita peroleh,” kata Raden Pardede dalam program Power Lunch CNBC Indonesia, dikutip Kamis (7/12/2023).
Pertumbuhan ekonomi di kisaran 5% memang sudah bisa di tangan jika pertumbuhan konsumsi rumah tangga mampu dijaga di level itu. Sebab, porsinya terhadap pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan mencapai 52,62% per kuartal III-2023.
Investasi pun menurutnya juga masih akan terus masuk ke tanah air, karena ruang atau kapasitas ekonomi masih sangat luas untuk dimasuki para investor. Porsi investasi atau pembentukan modal tetap bruto (PMTB) terhadap ekonomi atau PDB mencapai 29,68%.
Di sisi lain, ia melanjutkan, mesin pertumbuhan lainnya, yakni konsumsi pemerintah juga masih memiliki ruang yang besar untuk menjaga pertumbuhan di kisaran 5% meski porsinya ke pertumbuhan hanya 7,16%. Terutama dengan tren defisit kecil pasca Pandemi Covid-19 yang di kisaran bawah 3% hingga saat ini.
“Mesin konsumsi, dan mesin investasi kita, itu masih punya kapasitas yang sangat baik, potensinya sangat baik, sementara itu kalau kita lihat pemerintah pun, yang menjadi mesin ketiga ini masih punya ruang fiskal cukup banyak,” ucap Raden.
Namun, ia mengingatkan, mesin pertumbuhan keempat yang juga dominan pada struktur ekonomi Indonesia dengan porsi 21,26%, yakni ekspor masih akan tertekan pada tahun-tahun mendatang. Disebabkan prospek ekonomi negara mitra dagang utama Indonesia masih melemah, seperti China.
Ia memperkirakan, China tak lagi akan memperoleh pertumbuhan 7-8% pada tahun-tahun mendatang, termasuk 2024, melainkan hanya akan berada di kisaran 4-5%. Padahal, China mendominasi pangsa ekspor Indonesia dengan porsi sebesar 27,83% pada Oktober 2023, padahal Amerika Serikat hanya 8,78% porsinya terhadap keseluruhan pangsa ekspor.
“Mesin ekspor dikurangi impor tadi itu dia agak menurun belakangan ini dan sampai tahun depan. Jadi, kalau pemerintah bisa upayakan tiga mesin ini berjalan, dua mesin utama berjalan baik, kemudian ada mesin cadangan, mesin pemerintah, bisa jalan baik, saya pikir kita masih bisa tumbuh 5%,” tegasnya.
Oleh sebab itu, untuk mengantisipasi permasalahan sumber pertumbuhan dari sisi ekspor, Raden menyarankan supaya pemerintah konsisten mencari pasar tujuan ekspor baru yang lebih terdiversifikasi, dan tidak dominan dikuasai satu negara saja. Selain itu, produk ekspor juga harus bernilai tambah tinggi.
“Kita tahu juga bahwa foreign direct investment atau investasi asing dari China sangat signifikan masuk kepada terutama adalah sektor hilirisasi daripada komoditas itu sendiri. Jadi para pemodal yang banyak masuk di ferronickel kemudian bauksit ini juga harus diantisipasi dengan baik oleh pemerintah. Kembali kita harus melakukan diversifikasi,” ungkap Raden Pardede.